Apakah kau tahu, siapa yang lebih
mulia dari tempat yang kau kunjungi ini (Ka’bah)?
Pada suatu hari, saat Bisyr
berkunjung ke Baitullah untuk menunaikan ibadah haji, ia bertemu Rasul Saw.
dalam mimpinya.
Dalam mimpi itu, Rasul berkata
padanya, “Bisyr, tahukah engkau mengapa Allah lebih memilihmu menjadi tamu
kehormatan-Nya (haji) ketimbang memilih lainnya yang hidup sezaman denganmu?”
“Tidak, wahai Rasul,” jawab Bisyr.
“Itu karena engkau mengikuti
sunnahku, mencintaiku, dan mencintai ahlulbaitku.”
Mendengar itu, Bisyr tersenyum.
Betapa bahagia hatinya ketika tahu dirinya menjadi orang yang dipilih Allah
untuk mengunjungi rumah suci-Nya.
Kemudian, Rasul kembali berkata,
“Tahukah engkau mengapa Allah mengangkat derajatmu ke posisi yang lebih tinggi
dibandingkan orang-orang hidup di zamanmu?”
Bisyr menjawab, “Tidak, wahai
Rasul.”
“Itu karena engkau menghormati semua
makhluk Allah, dan memberi nasihat baik kepada sesama manusia.”
Bisyr kembali tersenyum, seraya
melontarkan tanya, “Wahai Rasul, lantas mengapa aku dipilih untuk bertemu
denganmu?”
“Apakah kau tahu, siapa yang lebih
mulia dari tempat yang kau kunjungi ini (Ka’bah)?” tanya Rasul, tanpa menjawab
pertanyaan yang dilontarkan sang tamu Allah.
Sejenak Bisyr tampak berpikir, lalu
berkata, “Tidak, wahai Nabi Allah,”
“Sesungguhnya, tempat yang kau
kunjungi itu (Ka’bah) sangat indah luar biasa. Betapa wangi aromanya, betapa
besar nilainya dan besar kehormatannya. Namun, demi Dzat yang jiwa Muhammad
berada di tangan-Nya, sungguh kehormatan seorang mukmin jauh lebih besar di
sisi Allah dibanding Ka’bah, baik kehormatan harta maupun darah (jiwa)nya.”
“Dan, kau terpilih karena itu.
Karena engkau telah menjaga kehormatan saudaramu sesama makhluk Allah,” lanjut
Rasulallah.
“Apa yang telah aku lakukan,
sehingga aku termasuk memuliakan kehormatan sesama makhluk Allah?” tanya Bisyr,
penuh ingin tahu.
“Selama ini kau telah menjaga aib
(kejelekan) saudaramu sesama manusia,”
------
Bayangkan, Bisyr dipilih Allah untuk
menjadi salah seorang yang mulia dan diberi kesempatan bertemu dengan Rasul
selagi masih ada di dunia—melalui mimpi, tidak lain (hanya) karena ia
memuliakan makhluk Allah yang lainnya.
Bahkan, ia dinyatakan sebagai orang
yang lebih mulia dibandingkan Ka’bah. Bagaimana dengan kita (yang kadang) lupa
untuk menghormati hak-hak orang lain? Membuka aib (kejelekan) mereka dengan
mudah seolah (tanpa) dosa, dan seolah kita sendiri tanpa cela. Atau, bagaimana
dengan orang-orang yang menyakiti hati manusia?
Bukankah, hanya dengan memuliakan
makhluk-Nya, kita akan dimuliakan-Nya? Lantas, apakah kita (masih) pantas untuk
berjumpa dengan Rasul, dan menjadi tamu-Nya yang lebih mulia dari Ka’bah itu
sendiri? Apakah kita (masih) pantas dimuliakan Allah, jika kita sendiri tidak
memuliakan makhluk-Nya?
Fariduddin Aththar berkisah tentang
Bisyr ibnu al Harits al Hafi. Ia merupakan seorang sufi yang lahir di dekat
Merv pada 150 H/767 M.
Konon, awal perpindahannya di jalan
sufi berawal dari kisah hidupnya yang hedonis. Namun, ketika hidayah datang
padanya, segera saja ia mengusaikan pendidikan formalnya di Baghdad, dan kemudian
memilih hidup prihatin untuk mengabdikan seluruh waktunya pada masyarakat
sekitar.
Bisyr termasuk salah seorang sufi
yang dikagumi Ahmad ibn Hanbal dan dihormati Khalifah al Ma’mun.
0 komentar:
Post a Comment